Senin, 30 Maret 2015

Politik Mengikis Kebersamaan Budaya di Maluku Utara

dokrin politik menjadi - jadi di setiap kampung yang ada di maluku utara , sesama saudara pun saling menanam benci walaupun sudah selesai pencoblosan , di kabupaten kepulauan sula misalnya, seperti kampung Waibau yang tak jauh dari pusat kota SANANA , dokrin politik masuk sampai ke rana matapencahrian masyarakan hingga menimbulkan konflik keluarga , tak tanggung - tanggung ruang kebencinan merasuki otak masyarakat , hanya tokoh politik mereka dan partai politik kesayangan mereka seakan di anggap RAJA atau NABI .

dokrin politik juga masuk ke menerobos ke dalam lingkaran AGAMA seperti yang terjadi di kampong SAGEA , ada seorang mahasiswa perikanan yang bernama adi mengatakan : waktu pemilihan BUPATI tahun lalu di kampung saya SAGEA ada warga yang meninggal waktu momen pemilihan bupati tetapi yang meninggal dari pendukung partai lain jadi pada saat waktu di sembayangkan mayatnya tak ada imam jadi di ambil imam dari kampung lain yang tak jauh dari kampung saya SAGEA , ini penyebab karna imam mesjid yang ada di kampung saya SAGEA tidak di pangil oleh pendukung dari partai itu ,alasannya karna si imam itu berbeda partai dan berbeda partai , istilanya partai merah dan partai kuning

hilang sudah persaudaraan yang di bentuk oleh leluhur kita , ini karena politik yang mengutamakan dokrin uang dan dokrin sukuisme,  seperti pemilihan gubernur tahun lalu di ternate seprti adu seni grafiti di tembok - tembok dengan bahasa politik juga nama dari calon gubernur sekaligus warna partainya , desaind boliho juga di tingkatkan , dokrin politik di ternate meningkatkan desain media propaganda dan juga greriti jalanan , sampai ke rana yang ABSTRAK atau komunikasi gaib , katanya setiap calon gubernur sudah punya dukun - dukun sakti untuk memenangkat pertarungan politik.

MARIMOI NGONE FUTURU 

istila dalam bahasa ternate ini seakan tak berguna saat pertarungan politik di maluku utara , kejadian bertambah dengan isu KELAPA SAWIT di halmahera , sekarang ini juga isu itu tersebar di telinga masyarakat yang ada di maluku utara, seandainya kalau perang politik dan isu kelapa sawit secara bersamaan timbul jadi perang saudara, kapan pemimpin kita memaknai kebersamaan yang telah di ajarkan oleh leluhur kita dulu , tentang filosofi alam yang se harusnya menyatu ke dalam agama, sosial dan pemerintahan di maluku utara.


0 komentar:

Posting Komentar