Tak seperti biasa, kali ini wajah
muram bercampur khawatir tergambar di wajahnya, Madiki Higinik (64) sesekali
nada perlawanan keluar dari mulutnya. “Demi leluhur, saya tidak pernah
mengambil sepersenpun uang dari orang yang ingin mengambil hutan adat Suku
Tobelo Dalam,” Kata Madiki, Ketua Adat Suku Tobelo Dalam Hoana Dodaga.
Madiki bercerita, ada program
penghijauan yang masuk di wilayah hutan adat Suku Tobelo Dalam Hoana Dodaga, di
Dusun Tukur-Tukur hingga terjadi pro-kontra antar warga sebab, program tersebut
masuk dalam kebun milik Suku Tobelo Dalam Hoana Dodaga dan memasukkan perusahan
pohon karet. Bahkan, ada pihak lain yang menyebarkan isu untuk menjatuhkan nama
baik Kepala Suku.
“Ada orang-orang tertentu yang ingin
membuat konflik antar suku Tobelo Dalam-menyebarkan isu bahwa, saya terima uang
dari perusahan yang bekerja sama dengan Dinas Kehutanan untuk mereka mengambil
Tanah Adat,” Suara Madiki terbatah-batah, matanya berkaca-kaca saat menjelaskan
kejadian tersebut, di rumah papan sederhana miliknya, di Desa Dodaga, Kecamatan
Wasilei Timur, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara.
Dalam program tersebut, Dinas
Kehutanan melibatkan 42 warga terdiri dari 24 warga trans Subaim dan 18 orang
Suku Tobelo Dalam Hoana Dodaga yang dalam hal ini memiliki kebun di hutan adat
tersebut. tahapan awal, pada Februari ini, pihak Dinas Kehutanan telah
mengkapling 150 hektar tanah adat dan kebun Suku Tobelo Dalam untuk menjalankan
program tersebut.
“Suku Tobelo Dalam yang dilibatkan,
diberi upah Rp.250.000 untuk melepaskan kebun mereka. Selain itu, tahap
selanjutnya, Dinas kehutanan akan mengkapling lahan dengan skala yang lebih
besar untuk program tersebut yang katanya sudah dimiliki perusahaan berlabel
PT.Antam,” kata Arnol (38).
Tanganiki (45), Warga Suku Tobelo
Dalam yang kebunnya dialihfungsikan, sempat melakukan perlawanan dengan cara
mencegah Dinas Kehutanan dan beberapa warga trans yang mengambil lahan kebunnya
untuk ditanami bibit pohon pala. “Saya heran, ini pemerintah kenapa buat
program ini lalu mengambil kebun saya begitu saja,” kata Tanganiki.
Tidak hanya Tanganiki, beberapa
warga bernasip serupa, “Kebun saya diambil semua, saya melihat, orang-orang
yang bawa bibit itu, tanam plang dan ada nama PT Antam,” kata Andi dengan nada
kecewa. Beberapa warga yang melakukan penolakan tersebut pun diancam dengan
cara menakut-nakuti. “kata orang Dinas Kehutanan, jika kita tidak mau program
ini masuk maka kita, Suku Tobelo Dalam akan berhadapan dengan Kepolisian dan
TNI yang akan turun tangan,” kata Donah (28) salah satu warga Tobelo Dalam yang
hidup di Tukur-Tukur.
Anak Tiri di Negeri Sendiri
Suku Tobelo Dalam Hoana Dodaga telah
lama menjadi anak tiri di tanahnya sendiri, dari Aspek kebijakan pembangunan
jelas terlihat, lahan pasar hingga lahan tanaman lebih didominasi warga trans
sedangkan warga asli tinggal di daerah pinggiran. “hal ini jelas terlihat,
masyarkat Asli tinggal di daerah yang cukup terbelakang, dan lahan pertanian
semakin sempit,” kata ketua Pengurus Wilayah AMAN Malut Munadi Kilkoda.
Program “Rumah Kumuh” (Istilah
pemerintah setempat) untuk mengeluarkan Suku Tobelo Dalam dari hutan pun banyak
mengalami salah sasan karena hanya memprioritaskan pada aspek bangunan rumah
tanpa mempertimbangan unsur lain. bahkan, setelah dikeluarkan Suku Tobelo Dalam
dari hutan, mereka pun dilarang masuk kembali untuk berburu, dan bercocok tanam
karena hutan yang dulu mereka diami telah menjadi kawasan Taman nasinal. Data
yang dikantongi AMAN, 27.710.98 Ha kawasan hutan adat bertumpang tindih dengan
kawasan hutan versi kementerian Kehutanan. wilayah Hutan adat tersebut,dibagi
pemerintah menjadi Area penggunaan Lain (APL) seluas 8056.406 Ha, Hutan Lindung
(HL) seluas 5951.642, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 8134.122 Ha, Hutan
Produksi Tetap seluas 1657.313 Ha, Hutan Produksi yang Dapat Dikonservasi (HPK)
seluas 139.696 Ha, dan Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam (KPA) seluas
268.653 Ha.
Dengan adanya tumpang tindih lahan
tersebut, hingga terjadinya diskriminasi atas warga atas tanah-kebun, dan
wilayah jelajah Suku Tobelo Dalam, PW AMAN Malut pun mulai mengambil tindakan
saat ini agar pemerintah Halmahera Timur segera mengeluarkan mengsahkan Perda
berdasarkan putusan MK No 35/PUU-X/2012.
Oleh:
Faris Bobero
0 komentar:
Posting Komentar